Larangan Ekspor Nikel Jadi Strategi Sambut Industri Masa Depan

0

Keputusan pemerintah tetap mengambil kebijakan mempercepat larangan ekspor nikel yang semula pada 2022 menjadi 1 Januari 2020 dinilai sebagai langkah yang strategis untuk industri masa depan. 

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menjelaskan, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi pemerintah meski larangan ekspor ini merupakan langkah yang cukup strategis. “Ini merupakan langkah yang maju, namun tetap ada berbagai tantangan yang dihadapi pemerintah. 

Seperti kepastian hukum baik pada pertambangan atau end user-nya, apakah industri itu siap ketika ada percepatan ini,” ujar Tauhid dalam sebuah diskusi publik di Jakarta. Cadangan nikel di Indonesia saat ini merupakan yang terbesar di dunia, yakni mencapai 23,7% dari seluruh cadangan dunia. 

Namun, karena minimnya temuan cadangan baru dan meningkatnya kebutuhan nikel setelah 2022, cadangan nikel Indonesia diperkirakan bakal menipis dengan cepat. Itulah mengapa pemerintah memajukan larangan ekspor dua tahun lebih awal untuk melindungi sisa cadangan nikel yang dimiliki Indonesia. 

Saat ini, terbukti cadangan nikel Indonesia sebesar 698 juta ton hanya menjamin suplai nikel untuk fasilitas pemurnian selama 7,3 tahun. Salah satu alasan cepat menipisnya cadangan nikel karena kebutuhan industri masa depan. 

Saat ini, tren pengembangan kendaraan listrik sedang marak di dunia. Berdasarkan kajian Kemenko Bidang Kemaritiman, 40% dari total biaya manufaktur mobil listrik adalah baterai. Baterai kendaraan listrik menggunakan tipe baterai lithium ion, dengan bahan baku katodanya adalah nikel, kobalt, lithium, mangan, dan aluminium. 

Saat ini di Maluku utara, industri bahan baku baterai mobil listrik pertama yang tengah dibangun tepatnya di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel).

Industri yang sedang dibangun Harita Nickel itu, direncanakan mulai berproduksi pada akhir 2020. Kepala Dinas Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM), Hasyim Daeng Barang mengatakan teknologi pengolahan dan pemurnian mineral dengan proses hidrometalurgi akan sangat menguntungkan dalam konservasi sumber daya alam, khususnya nikel.

Selama ini, smelter yang ada di Indonesia menyerap nikel kadar tinggi 1,7 ke atas. Sedangkan proses hidrometalurgi yang dikembangkan oleh Harita di Obi, menggunakan nikel kadar rendah di bawah 1,7

Kasubdit Pengawasan Usaha Eksplorasi Mineral Kementerian ESDM Andri Budhiman Firmanto menambahkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki bahan baku nikel terbaik di dunia untuk memproduksi baterai lithium ion yang menjadi industri masa depan. “Percepatan aturan larangan ekspor bijih nikel kadar rendah ini dilakukan untuk mengejar momentum pengembangan kendaraan listrik di Indonesia,” kata Andri.

Sumber: investordaily

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *