Punya Harta Karun, 5 Provinsi Ini Kantongnya Paling Cekak
Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia merupakan negara kaya dengan sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Namun sayangnya tidak semua daerah bisa memaksimalkan kekayaan alam daerahnya. Buktinya, Badan Pusat Statistik merilis daftar pendapatan asli daerah (PAD) provinsi atau daerah di Indonesia di tahun 2021. Dari data itu terpampang sejumlah daerah yang memiliki PAD atau pemasukan paling rendah.
Daerah-daerah yang memiliki PAD rendah itu, pada umumnya memiliki harta karun berupa sumber daya alam atau potensi ekonomi lainnya yang terbilang besar. Lantaran mereka umumnya merupakan daerah hasil pemekaran, maka belum bisa mengoptimalkan harta karun yang dimilikinya.
Berikut ini adalah lima daerah atau provinsi yang memiliki pemasukan paling rendah.
1. Gorontalo
Data BPS mengungkap pendapatan Gorontalo tahun 2021 hanya Rp 1,91 triliun. Angka itu lebih tinggi dari tahun 2020 yang sebesar Rp 1,86 triliun, tapi lebih rendah dari tahun 2019 yang sebesar Rp 1,94 triliun.
Meski menjadi provinsi dengan pendapatan paling kontet, Gorontalo sebenarnya memiliki potensi sumber daya alam atau harta karun yang cukup melimpah.
Sejauh ini terdapat dua perusahaan pemegang kontrak karya (KK) pertambangan emas dan mineral yang beroperasi di Gorontalo. Ada delapan perusahaan pemegang izin pertambangan emas dan tembaga, serta ada 111 perusahaan yang mengantongi izin pertambangan non logam dan batuan.
Pemegang Kontrak Karya di wilayah Gorontalo adalah PT Gorontalo Minerals di Kabupaten Bone Bolango berlokasi sekitar Sungai Mak dengan estimasi cadangan 105 juta ton bijih. Kemudian PT Gorontalo Sejahtera Mining (GSM) pemegang konsesi KK pertambangan emas di Blok Pani, Kabupaten Pohuwato, dengan cadangan bijih emas 2,2 juta troy oz.
Selain GSM di Kabupaten Pohuwato, ada pula PT Puncak Emas Tani Sejahtera yang juga memiliki izin pertambangan emas dengan cadangan bijih emas mencapai 2,5 juta troy oz. Kandungan emas di Pohuwato dan Bone Bolango itu dinilai menjadi gambaran potensi pertambangan Gorontalo yang diproyeksikan mampu menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru bagi daerah tersebut.
2. Sulawesi Barat
Pendapatan Sulawesi Barat pada 2021 sebesar Rp 2,04 triliun, meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2020 yang sebesar Rp 2,01 triliun. Jumlah PAD sebesar itu, Sulawesi Barat (Sulbar) duduk di peringkat kedua sebagai daerah yang punya pendapatan terendah.
Padahal sama dengan Gorontalo atau provinsi lainnya, Sulbar punya harta karun yang terbilang melimpah. Di provinsi ini terkandung sejumlah potensi pertambangan yang menjanjikan.
Sulbar mengandung potensi batu bara sebanyak 232 juta ton dan cadangan sebesar 19 juta ton di Kabupaten Mamuju. Potensi bijih besi ditemukan di Kabupaten Poliwalimandar 81,7 juta ton floating ore (Kecamatan Tapango), 328 ribu ton (di Kecamatan Anreapi), dan 6.000 ton di Kecamatan Binuang.
Sulbar juga terkenal dengan potensi pertambangan zeloit sebanyak 17 juta ton di Kabupaten Mamasa dan 119 juta ton di Kabupaten Majene.
Zeolit adalah senyawa zat kimia alumino-silikat berhidrat dengan kation natrium, kalium dan barium yang digunakan untuk menetralkan unsur yang mencemari lingkungan, dapat mengurangi tingkat pencemaran logam berat seperti Pb dan Cd, meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air irigasi lahan persawahan, dan menjaga keseimbangan pH tanah.
3. Kalimantan Utara
Pendapatan Kalimantan Utara pada 2021 sebesar Rp 2,21 triliun, turun dibanding tahun 2020 yang sebesar Rp 2,43 triliun. Provinsi yang berbatasan langsung dengan Malaysia ini memiliki potensi kekayaan sumber daya alam, utamanya adalah minyak bumi, gas alam dan batu bara, dan yang pasti energi baru terbarukan.
Berdasarkan data di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (2014), Kaltara memiliki potensi cadangan migas seluas 2.750 km2, yang berada di Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tana Tidung dan sebagian besar Kabupaten Nunukan. Potensi migas yang terkandung di dalamnya sangat melimpah, cadangan gas diperkirakan mencapai 23 triliun kaki kubik dengan masa produksi hingga 30 tahun.
Salah satu potensi gas yang sudah dimanfaatkan adalah lapangan South Sebuku yang memiliki cadangan gas sebanyak 2,5 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD). Lapangan ini dikelola oleh Pertamina EP-TAC Medco, dan sudah berproduksi pada tahun 2018.
Potensi gas yang lebih besar juga dimiliki oleh Lapangan Bangkudulis yang terletak di Pulau Mangkudulis, Kabupaten Tana Tidung sebesar 15 MMSCFD atau lebih dari 90 miliar kaki kubik gas. Selain itu, lapangan ini juga menyimpan potensi minyak sebanyak 9 juta barrel.
Lapangan ini dikelola oleh PT Pertamina EP-TAC Benakat yang memiliki luas 18 km2. Kaltara juga menjadi salah satu provinsi yang memiliki cadangan batu bara terbesar di Indonesia.
4. Bangka Belitung
Pendapatan provinsi ini pada 2021 sebesar Rp 2,5 triliun. Jumlah itu naik dibanding tahun 2020 yang sebesar Rp 2,4 triliun. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah yang potensial di bidang pertambangan, karena terdapat banyak tanah yang mengandung mineral bijih timah dan bahan galian (pasir kuarsa, pasir bangunan, kaolin, batu gunung, tanah liat dan granit).
Uniknya, potensi SDA itu menyebar secara merata. Bahan tambang utama di provinsi ini adalah timah dengan potensi sebesar 5,28 juta ton. Bangka Belitung juga menyimpang harta karun yang digadang-gadang menjadi bahan tambang yang paling diburu dunia, karena bisa digunakan sebagai elemen kendaraan listrik.
Dalam kajian yang dilakukan Pusat Sumber Daya Geologi-Badan Geologi pada 2014, potensi sumber daya logam tanah jarang dalam endapan tailing di wilayah Pulau Bangka menunjukkan tebal endapan tailing 4-6 meter, luas total endapan tailing 500.000 hektare, sehingga diperoleh volume 5,5 miliar meter kubik. Dengan kadar total logam tanah jarang 9,5 gram per meter kubik, maka tonase logam tanah jarang mencapai 52,38 juta gram, atau 52.000 ton.
5. Maluku Utara
Pendapatan Maluku Utara tahun 2021 sebesar Rp 2,8 triliun, atau naik jika dibandingkan tahun 2020 yang sebesar Rp 2,5 triliun. Kementerian ESDM menyebut Halmahera, yang menjadi bagian dari Provinsi Maluku Utara, menyimpan potensi SDA yang cukup besar, terutama di bidang pertambangan logam dan panas bumi.
Potensi hipotetik mineral Nikel di pulau Halmahera sebesar 238 juta ton yang dapat diolah menjadi Fero-Nikel (FeNi). Besarnya cadangan nikel di Maluku Utara membuat investor tertarik membangun smelter di Pulau Obi. Smelter yang dibangun oleh PT Halmahera Persada Legend (HPL) ini nilainya lebih dari US$ 1 miliar atau lebih dari Rp 14,3 triliun.
Sumber: CNBC Indonesia